Lampiran : Keputusan Direktur RS X Tentang Pedoman Pelayanan Anestesi Di Rumah Sakit X
Nomor : / /2016
Tanggal :
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi
saat ini, dan tuntutan masyarakat sekarang ini menuntut para pemberi pelayanan
kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu, aman, dan memuaskan. Oleh
karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan
mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting RS X sebagai
salah satu penyedia pelayanan kesehatanyang mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan yang professional dan berkualitas.
Sejalan dengan upaya
tersebut, agar para tenaga kesehatan di RS X dapat memberikan pelayanan prima
bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pelayanan anestesi di
RS X merupakan
salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring
dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesi. Pelayanan
anestesi di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan sedasi, pelayanan
anestesi di kamar bedah dan diluar kamar bedah seperti di unit radiologi,
bangsal, IGD, HCU.
Pelayanan anestesi
meliputi kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.
Oleh sebab itu, dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesi di RS X maka disusunlah Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesi.
B.
TUJUAN
1.
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
2.
Menerapkan budaya keselamatan pasien.
3.
Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan
akreditasi.
C.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan anestesiologi
dan terapi intensif meliputi :
1.
tindakan untuk mengatasi pasien gawatdarurat.
2.
penatalaksanaan nyeri.
3.
penilaian pra anestesi, intra anestesi
dan pasca anestesi.
4.
pelayanan lain sesuai bidang
anestesiologi dan terapi intensif.
D. BATASAN OPERASIONAL
Untuk membantu lebih
mengarahkan pemahaman tentang isi bahasa buku ini, perlu kami buatkan batasan
istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan Instalasi Kamar Operasi
Rumah Sakit.
Batasan operasional berikut ini
merupakan batasan istilah, yang bersumber dari buku Standar Pelayanan
Kedokteran 2010.
Pengertian Anestesi :
Anestesi (pembiusan; berasal dari
bahasa Yunani: an-"tidak, tanpa" dan aesthētos-"persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi
atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara,
sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan.
1.
Jenis anestesi
a.
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah teknik
untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Hal ini
memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit
yang mengganggu. Anestesi lokal dilakukan dengan cara menginfiltrasi pada ujung
saraf di lokasi yang akan diincisi.
b.
Anestesi Regional
Anestesi
regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls
saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk
sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi regional dilakukan pada berkas
saraf dekat medula spinalis (plexus block)
atau pada medula spinalis (epidural block
dan subarachnoid block).
c.
Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan
umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia,
melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum memungkinkan pasien untuk
mentoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan menimbulkan sakit
yang tak tertahankan, berisiko eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan
agen intravena
(injeksi) atau hirup.
Kombinasi
dari agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum membuat pasien tidak
merespon rangsangan yang menyakitkan, tidak dapat mengingat apa yang terjadi
(amnesia), tidak dapat mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai
dan/atau pernapasan spontan sebagai akibat dari kelumpuhan otot dan perubahan
kardiovaskuler.
2.
Anestesiologis
Anestesiologis
adalah dokter spesialis yang melakukan anestesi. Dokter spesialis anestesiologi
selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena
sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.
Rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
a.
Mempertahankan jalan napas.
b.
Memberi napas bantu.
c.
Membantu kompresi jantung bila
berhenti.
d.
Membantu peredaran darah.
e.
Mempertahankan kerja otak pasien.
3.
Penata Anestesi
Profesional
kesehatan, seperti ahli anestesi yang mengelola pasien sebelum, selama, dan
segera setelah prosedur medis atau pembedahan. Perawat anestesi bekerja sama
dengan ahli anestesi, ahli bedah, dan praktisi kesehatan lainnya yang telah
menerima pelatihan dan sertifikasi untuk keahliannya.
E.
LANDASAN HUKUM
Sebagai
acuan dasar pertimbangan dalam penyelengaraan Pelayanan instalasi kamar operasi
suatu bagian dari rumah sakit yaitu suatu Instalasi yang menpunyai staf khusus
dengan peralatan yang khusus pula. Oleh sebab itu penyelenggaraan instalasi
kamar operasi ini sesuai dengan :
1. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/MenKes/Per/II/1986 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Kesehatan.
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
3. Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan 2008.
4. Peraturan
Menteri Kesehatan 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
5. Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
Di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
8. Peraturan
Pemerintah 32 Tahun 1996, tentang tenaga kesehatan.
9. Keputusan
Menkes RI Nomor 148 tentang registrasi dan praktik perawat.
BAB
II
STANDAR
KETENAGAAN
A.
KUALIFIKASI SDM
No
|
Nama Jabatan
|
Pendidikan
|
Jumlah
Kebutuhan
|
1
|
Kepala Instalasi Anestesiologi dan
Terapi intensif
|
Dokter
Spesialis
|
1
|
2
|
Koordinator
Anestesi
|
D3
anestesi & S1 Keperawatan
|
1
|
3
|
Pendamping
Koordinator Anestesi
|
S1
Keperawatan & pelatihan anestesi
|
1
|
4
|
Penata
Anestesi
|
S1
Keperawatan/D3 Keperawatan & pelatihan anestesi
|
7
|
B.
DISTRIBUSI KETENAGAAN
Dalam pelayanan anestesi perlu menyediakan sumberdaya
manusia yang kompeten, cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan
perkembangan teknologi sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal,
efektif, dan efisien. Atas dasar tersebut diatas, maka perlu kiranya
menyediakan, mempersiapkan dan mendayagunakan sumber – sumber yang ada. Untuk
menunjang pelayanan anestesi di instalasi kamar operasi, maka dibutuhkan tenaga
dokter, perawat yang mempunyai pengalaman, ketrampilan dan pengetahuan yang
sesuai.
C. PENGATURAN JAGA
Pola
pengaturan ketenaga kerjaan anestesi yaitu :
1.
Untuk dinas pagi : Jam 07.00 sampai dengan Jam 14.00
- 1
(satu) orang Koordinator Anestesi
- 1
(satu) orang Pendamping Koordinator Anestesi
- 1
(satu) orang Penata Anestesi
2.
Untuk dinas sore : Jam 14.00 sampai dengan 21.00
Petugas yang ada berjumlah 2 (dua) orang
3.
Untuk dinas malam : Jam 21.00 sampai dengan 07.00
Petugas yang ada berjumlah 2 (dua) orang
4.
Petugas on call: Jam 14.00 sampai dengan Jam 17.00
Petugas dari petugas jaga pagi, berjumlah 1 (satu) orang
BAB III
STANDAR
FASILITAS
A.
DENAH RUANG
Pelayanan anestesi
dan bedah berada dalam satu instalasi yaitu di IBS (Instalasi Bedah Sentral)
terdiri dari beberapa ruang sebagai berikut :
1.
Ruang kerja Kepala IBS.
2.
Ruang kerja Koordinator Anestesi.
3.
Ruang kerja Petugas Administrasi.
4.
Ruan
makan
5.
Ruang Ganti Baju.
6.
Ruang Istirahat Dokter.
7.
Ruang pertemuan.
8.
Ruang Operasi (Terdapat dua Ruang Operasi).
9.
Ruang Persiapan Alat.
10.
Ruang Transit pasien.
11.
Recovery Room (RR).
12.
Kamar mandi dan wastafel.
13.
Ruang Linen Kotor.
B.
STANDAR FASILITAS
Dalam 1 kamar operasi mempunyai standar fasilitas
:
1.
Sumber listrik
2.
Gas Medis
-
O2 terhubung antara sumber gas dengan
mesin anestesi
-
N2O terhubung antara sumber gas dengan
mesin anestesi
3.
Mesin Anestesi
4.
Managemen Jalan Nafas
-
Sungkup muka dengan berbagai ukuran
-
Oropharyngeal airway (Gudel) dalam
ukuran yang benar
-
Batang laringoskop dan bilah
larigoskop dengan berbagai ukuran
-
ETT atau LMA dengan berbagai ukuran
-
Stilet (introducer)
-
Spuit untuk mengembangkan cuff
-
Forceps Magill
5.
Monitoring
-
EKG
-
Tensi
-
SpO2
-
Suhu tubuh
6.
Lain – lain
-
Stetoscope
-
Suction berfungsi baik
-
Plester untuk fiksasi
-
Lidocain spray/jelly
-
Nasal kanul oksigen terhubung dengan
sumber gas
-
Sumber pencahayaan area tindakan
-
Intravenous catheter berbagai ukuran
-
Intravenous line
-
Spuit berbagai ukuran
Obat – obatan :
1.
Atropine
2.
Antiemetic
3.
Ephedrin
4.
Sedatif
5.
Opiat/opioid
6.
Pelumpuh otot (ecron, roculac)
7.
Penawar pelumpuh otot (neostigmin)
8.
Penawar Narkotik (nocoba, naloxon)
9.
Cairan intravenous : cairan
kristaloid, dan cairan koloid
Obat – obatan emergensi
:
1.
Epineprin
2.
Atropin
3.
Lidokain
4.
Defenhidramin
5.
Metilprednisolon
6.
Dexamethason
7.
Midazolam
8.
Dextrose 40%
9.
Cairan Koloid
Jumlah fasilitas yang
terdapat di dalam kamar bedah RS
X sebagai berikut :
1)
Kamar Operasi I
-
Mesin
Anestesi (1 buah)
-
Bed Side
Monitor (1
buah)
-
Suction (1
buah)
-
Laringoscope
Dewasa
Handle (1 buah)
Blade MAC 2 (1
buah)
Blade MAC 3(1
buah)
Blade MAC 4(1
buah)
-
Stetoscope(1
buah)
-
Magil
Forcep(1
buah)
-
Stylet(1
buah)
-
Breathing
Circuit Dewasa(1 buah)
-
Connector(1
buah)
-
Face mask (silikon)
no. 1(1
buah)
-
Face mask
(silikon) no. 2 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 3 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 4 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 5 (1 buah)
- Head harness &ring sungkup(1
buah)
- Kom kapas alcohol (1
buah)
- Troli Anestesi(1
buah)
- Standar Infus(1
buah)
- Semprotan alcohol &betadin(1
buah)
- Bantal donat(1
buah)
- Bak spuit(1 buah)
- Pacul(1 buah)
2)
Kamar Operasi II
-
Mesin
Anestesi (1 buah)
-
Bed Side
Monitor (1
buah)
-
Suction (1
buah)
-
Laringoscope
Dewasa
Handle (1 buah)
Blade MAC 2 (1
buah)
Blade MAC 3 (1
buah)
Blade MAC 4 (1
buah)
-
Stetoscope (1
buah)
-
Magil
Forcep (1
buah)
-
Stylet (1
buah)
-
Breathing
Circuit Dewasa (1 buah)
-
Connector (1
buah)
-
Face mask
(silikon) no. 1 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 2 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 3 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 4 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 5 (1 buah)
- Head harness & ring sungkup (1
buah)
- Kom kapas alcohol (1
buah)
- Troli Anestesi (1
buah)
- Standar Infus (1
buah)
- Semprotan alcohol & betadin (1
buah)
- Bantal donat (1
buah)
- Bak spuit (1 buah)
- Pacul (1 buah)
3)
RR (Recovery Room)
-
Bed Side
Monitor (1
buah)
-
Laringoscope
Anak
Handle (1 buah)
Blade MAC 2 (1
buah)
Blade MAC 3 (1
buah)
Blade MAC 4 (1
buah)
-
Stetoscope (1
buah)
-
LMA no. 1 (1 buah)
-
LMA no. 3 (1 buah)
-
LMA no. 4 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 1 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 2 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 3 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 4 (1 buah)
-
Face mask
(silikon) no. 5 (1 buah)
- Standar Infus (1
buah)
- Bantal (4 buah)
- Bak instrumen(1
buah)
BAB
IV
TATA
LAKSANA PELAYANAN
A.
Pelayanan Pasien Gawatdarurat
1.
Kegawatan Pra Hospital
a.
Kegawatan Pra Hospital meliputi
pelayanan ambulan siaga PPGD
b.
Pelayanan ini melibatkan unit pelayanan
ambulan , dokter spesialisanestesi, dokter spesiali bedah dan unit-unit atau
displin ilmu yangterkait
c.
Pelayanan ini siap siaga selama 24 jam
penuh
2.
Pelayanan Resusitasi
a.
Pelayanan tindakan resusitasi meliputi
bantuan hidup dasar, lanjutdan jangka panjang dengan tata laksana
b.
Dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memilikikompetensi memainkan peranan penting sebagai tim
resusitasi dandalam melatih dokter, perawat serta paramedic
c.
Standar Internasional serta pedoman
praktis untuk resusitasijantung paru mengikuti European Resuscitation Council
dan/atauAmerican Heart Association (AHA)
d.
Semua upaya resusitasi harus dimasukkan
ke dalam audit yang berkelanjutan
3.
Pelayanan Emergency
B.
Penatalaksanaan Nyeri
Pelayanan
Nyeri Akut Pasca Operasi
a.
Pelayanan nyeri akut adalah pelayanan
penangulangannyeri (rasa tidak nyaman yang berlangsung dalam periode
tertentu).Pada nyeri akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi
akibatpembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati
b.
Penanggulangan efektif nyeri akut pasca
operasi dilakukanberdasarkan pedoman/panduan/standar prosedur
operasionalpenanggulangan nyeri akut yang disusun mengacu pada standar
pelayanan kedokteran dirumah sakit RS
C.
Pelayanan Perioperatif
1.
Pelayanan pra operatif
a.
Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis
anestesiologi harus dilakukan sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa
pasien berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi
b.
Dokter spesialis anestesiologi dan tim
dokter yang kompeten bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status
medis pasien pra-anestesia berdasarkanprosedur sebagai berikut :
·
Anamnesis dan pemeriksaan pasien
·
Meminta dan/atau mempelajari
hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang diperlukan untuk melakukan
anesthesia
·
Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan
anestesia yang akan dilakukan dan memastikan bahwa pasien telah mengerti dan
menandatangani persetujuan tindakan (informed consent )
·
Mempersiapkan dan memastikan
kelengkapan alat anestesia dan obat-obat yang akan dipergunakan
·
Pemeriksaan penunjang pra-anestesia
dilakukan sesuai Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional
·
Tersedianya oksigen dan gas medik yang
memenuhi syarat dan aman
c.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan
pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan anesthesia
d.
Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya
gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah pelayanan pra anestesia sebagaimana
diuraikan di panduan ini, dapat diabaikan dan alasannya harus di dokumentasikan
di dalam rekam medis pasien
e.
Tata cara kunjungan pra operasi :
·
Mempelajari status rekam medis
penderita
·
Memperkenalkan diri pada penderita dan
keluarga penderita
·
Melakukan anamnesa penderita (riwayat
penyakit dahulu, penyakit sekarang, operasi sebelumnya, terapi medikamentosa
saat ini)
·
Melakukan pemeriksaan fisik secara
teliti dan bila perlu ditambah pemeriksaan penunjang yang mendukung
·
melakukan assesment PS ASA penderita
·
Penjelasana dan Inform consent pasien
dan keluarga pasien(pembiusan, prosedur pembiusan, resiko, komplikasi,
alternative tindakan)
·
Menulis pesanan pre op di status rekam
medis
·
Mengoperkan pesanan pre op pada perawat
yang bertugas
·
Dokter Anestesiologi yang bertanggung
jawab membuatrencana kerja
f.
Informed consent diberikan oleh Dokter
Anestesiologi danReanimasi dan tim dokter yang akan melakukan tindakan medis
dandisaksikan oleh satu orang tenaga medis yang lain sebagai saksi
g.
Tata cara urutan melakukan informed
consent
·
Dijelaskan mengenai tindakan yang akan
dilakukan kepadapasien oleh dokter yang akan mengoperasi atau yang
akanmengerjakan kepada pasien dan keluarganya
·
Pada saat memberikan penjelasan harus
ada saksi darikeluarga/pasien dan dari petugas atau pihak rumah sakit
·
Harus ada formulir khusus dari rumah
sakit tentang InformedConsent yang disediakan oleh Sub Bag.Perlengkapan
·
Setiap pasien harus selalu memiliki
lembar InformedConsent yang sudah terisi lengkap diserta dengan
tandatangandokter serta tandatangan pasien & keluarganya sebagaitandatangan
persetujuan
·
Petugas harus memberikan penjelasan
dengan sopan,senyum serta manusiawi terhadap penderita
·
Bahasa yang digunakan harus dimengerti
oleh pasien dan keluarga
·
Kelengkapan formulir Informed Concent
harus sudah dibuat sebelum pasien dikirim ke kamar operasi, bisa di ruangan
rawat inap
·
Kemudian diberikan premedikasi lebih
awal oleh petugas yang berkompeten (bagian Anesthesi), 1 (satu) jam sebelum
pembedahan
h.
Persiapan pasien pre operasi di ruang
perawatan meliputi :
·
Puasa, memasang NGT
·
Pengosongan kandung kemih
·
formed consent (Surat izinoperasi dan
anestesi)
·
Pemeriksaan fisik ulang
·
Pembersihan daerah yang akan dioperasi,
bila dimungkinkan dicukur atau mandi dan keramas
·
Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa
kontak dan asesoris lainnya
i.
Persiapan pasien pre operasi di ruang
premedikasi meliputi :
·
Tegur, sapa, sentuh, dan salami pasien
·
Pada saat tegur sapa dan menyentuh
pasien, sekaligusmenilai A.B.C.D (lihat panduan menilai jalan
nafas,pernafasan,sirkulasi dan kesadaran)
·
Cek ulang data pasien dengan melihat
rekam medik;informed consent, label, form persiapan darah, & DMK Vanestesi
·
Baringkan pasien pada posisi yang
dirasa nyaman olehpasien
·
Pasang monitoring yang ada, tensi,
suhu, dan EKG
·
Pasang infuse (lihat panduan pasang
infus)
·
Siapkan obat premedikasi dan
berikan(lihat panduanmenyiapkan obat dan cara pemberian obat)
·
Pantau ketat fungsi vital
·
Semua dicatat di rekam medik
2. Pelayanan
Intra Operatif
a.
Dokter spesialis anestesiologi dan tim
pengelola harus tetap berada dikamar operasi selama tindakan anestesia umum dan
regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi
b.
Selama pemberian anestesia harus
dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi,suhu dan perfusi jaringan, serta di dokumentasikan pada
catatan anesthesia
c.
Pengakhiran anestesia harus
memperhatikan oksigenasi, ventilasi,sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam
keadaan stabil
3. Pelayanan
Pasca Operatif
a.
Setiap pasien pasca tindakan anestesia
harus dipindahkan ke ruang pulih sadar (RR) atau ekuivalennya kecuali atas
perintah khusus dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang bertanggung
jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung keunit
perawatan kritis (HCU)
b.
Fasilitas, sarana dan peralatan ruang
pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku
c.
Sebagian besar pasien dapat
ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya memerlukan perawatan
di unit perawatan kritis (HCU)
d.
Pemindahan pasien ke ruang pulih harus
didampingi oleh dokter spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola
anestesi. Selamapemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara kontinual
dandiberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien
e.
Setelah tiba di ruang pulih dilakukan
serah terima pasien kepadaperawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi
pasien
f.
Perawat Ruang Pulih Sadar menempatkan
pasien di daerahperawatan yang tersedia
g.
Kondisi pasien di ruang pulih harus
dinilai secara kontinual dan bilaperlu melakukan tindakan tertentu yang
dibutuhkan oleh pasien(Contoh: usaha membebaskan jalan nafas, memberikan
oksigen,memberikan selimut hangat)
h.
Tindakan tertentu tersebut selanjutnya
akan diatur dalam protap-protap khusus yang terperinci
i.
Perawat Ruang Pulih Sadar melakukan
pencatatan di bukuregister Ruang Pulih SadarPasien berada di Ruang Pulih Sadar
dilakukan perawatan pascaanestesi dan pembedahan sampai memenuhi persyaratan
tertentuuntuk dapat dipindahkan ke-ruangan Tim pengelola anestesi bertanggung
jawab atas pengeluaran pasiendari ruang pulih
BAB
V
LOGISTIK
No
|
INJEKSI
|
SATUAN
|
JUMLAH
|
NAMA OBAT
|
|||
1
|
Adona
AC 10 mg
|
Ampul
|
|
2
|
Aminophilin
|
Ampul
|
|
3
|
Atrophin
Sulfat
|
Ampul
|
|
4
|
Calcium
Gluconas
|
Ampul
|
|
5
|
Catapres
|
Ampul
|
|
6
|
Dicynone
|
Ampul
|
|
7
|
Dexketoprofen
|
Ampul
|
|
8
|
Dexamethason
|
Ampul
|
|
9
|
Ephedrine
HCL
|
Ampul
|
|
10
|
Ephineprine
|
Ampul
|
|
11
|
Ecron
|
Ampul
|
|
12
|
Fentanyl
|
Ampul
|
|
13
|
Furosemid
|
Ampul
|
|
14
|
Gentamycin
|
Ampul
|
|
15
|
Ketalar
100 mg
|
Flacon
|
|
16
|
Lasix
|
Ampul
|
|
17
|
Lidocain
2% 2ml
|
Ampul
|
|
18
|
Lidodex
|
Ampul
|
|
19
|
Marcain
Spinal 0,5% heavy
|
Ampul
|
|
20
|
Methergin
|
Ampul
|
|
21
|
Morphin
|
Ampul
|
|
22
|
Mylon
|
Ampul
|
|
23
|
Nokoba
Ins
|
Ampul
|
|
24
|
Ondansetron
|
Ampul
|
|
25
|
Pehacain
|
Ampul
|
|
26
|
Pethidin
|
Ampul
|
|
27
|
Primperan
|
Ampul
|
|
28
|
Propofol
|
Ampul
|
|
29
|
Prostigmin
|
Ampul
|
|
30
|
Ranitidin
|
Ampul
|
|
31
|
Roculax
|
Ampul
|
|
32
|
Vitamin
C
|
Ampul
|
|
33
|
Vitamin
D
|
Ampul
|
|
34
|
Vascon
|
Ampul
|
|
No
|
INFUS
|
SATUAN
|
JUMLAH
|
NAMA OBAT
|
|||
1
|
Asering
|
Kolf
|
|
2
|
Fimahes
|
Kolf
|
|
3
|
Gelofusal
|
Kolf
|
|
4
|
NaCl
100 cc
|
Kolf
|
|
5
|
NaCl
500 cc
|
Kolf
|
|
6
|
Ringer
Fundin
|
Kolf
|
|
7
|
Ringer
Laktat
|
Kolf
|
|
8
|
Dextrose
5 %
|
Kolf
|
|
9
|
Tutofusin
|
Kolf
|
|
10
|
Paracetamol
Infus
|
Botol
|
|
No
|
LAIN - LAIN
|
SATUAN
|
JUMLAH
|
1
|
Isoflurane
250 ml
|
Botol
|
|
2
|
Sevoflurane
250 ml
|
Botol
|
|
3
|
Xylocain
Gel
|
Tube
|
|
4
|
Xylocain
Spray
|
Botol
|
|
5
|
Endotracheal
Tube
|
-
|
|
6
|
Oropharingeal
airway
|
-
|
|
7
|
abocath
|
-
|
|
8
|
Garamycin
salep mata
|
Tube
|
|
9
|
Discofix
|
-
|
|
10
|
Perfusor
|
-
|
|
11
|
Cannul
suction
|
-
|
|
BAB
VI
STANDAR
KESELAMATAN PASIEN
A.
Pengertian
Keselamatan
pasien (pasien safety).
Adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi :
1.
Asesmen resiko.
2.
Identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien.
3.
Pelaporan dan analisis insiden.
4.
Kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya.
5.
Implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko.
Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
·
Kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan.
·
Atidak mengambil tindakan yang seharusnya
tidak diambil.
B.
TUJUAN
1.
Terciptanya budaya keselamatan pasien
di rumah sakit.
2.
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat.
3.
Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) di rumah sakit.
4.
Terlaksananya program – program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
C. Tata Laksana Keselamatan Pasien
Dalam melaksanakan keselamatan pasien
terdapat tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. Adapun tujuh
langkah tersebut adalah:
1.
Membangun kesadaran akan nilai
keselamatan pasien. Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
2.
Memimpin dan mendukung
karyawan.Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan
pasien.
3.
Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan
risiko.Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan
identifikasi dan asesmen hal potensial bermasalah.
4.
Mengembangkan sistem pelaporan.
Memastikan karyawan agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden,
serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit).
5.
Melibatkan dan berkomunikasi dengan
pasien. Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6.
Belajar dan berbagi pengalaman tentang
keselamatan pasien. Mendorong karyawan untuk melakukan analis akar masalah
untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7.
Mencegah cidera melalui implementasi
sistem keselamatan pasien. Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau
masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Dalam melaksanakan keselamatan
pasien standar keselamatan pasien harus diterapkan. Standar tersebut adalah:
·
Hak
pasien.
·
Mendidik
pasien dan keluarga.
·
Keselamatan
pasien dan kesinambungan pelayanan.
·
Penggunaan
metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
·
Peran
kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien.
·
Mendidik
karyawan tentang keselamatan pasien.
·
Komunikasi
yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan pasien.
KEJADIAN
TIDAK DIHARAPKAN (KTD)/ADVERSE EVENT
Adalah
suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah.
KTD
yang tidak dapat dicegah (Unpreventable Adverse Event)
Suatu
KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
mutakhir.
KEJADIAN
NYARIS CEDERA (KNC)/Near Miss
Adalah
suatu kesalahan akibat melaksanakn suatu tindakan (commision) atau tidak
mengambil yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien,
tetapi cedera serius tidak terjadi :
·
Karena “keberuntungan”
·
Karena “pencegahan”
·
Karena “peringanan”
KESALAHAN
MEDIS (Medical Errors)
Adalah
kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
KEJADIAN
SENTINEL (Sentinel Even)
Adalah
suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai
untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti
operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan
kata “sentinel” tekait dengan keseriusan cedera yang terjadi (seperti, amputasi
pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
BAB
VII
KESELAMATAN
KERJA
Undang-Undang Nomor
36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja
ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit
adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti disebut di atas,
berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program
keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga bertujuan
melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar
rumah sakit.
Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini yang
dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan
pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat
manusia.
Keselamatan dan
kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan terhadap
pekerja dalam hal ini Pelayanan Bedah dan perlindungan terhadap Rumah Sakit.
Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan
produktivitas rumah sakit. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
1.
Agar pegawai dan setiap orang yang
berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat dan selamat.
2.
Agar faktor-faktor produksi dapat
dipakai dan digunakan secara efisien.
3.
Agar proses produksi dapat berjalan
secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor
yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada
tiga kelompok, yaitu :
1.
Kondisi dan lingkungan kerja.
2.
Kesadaran dan kualitas pekerja.
3.
Peranan dan kualitas manajemen.
Dalam
kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat terjadi bila :
1.
Peralatan tidak memenuhi standar kualitas
atau bila sudah aus.
2.
Alat-alat produksi tidak disusun
secara teratur menurut tahapan proses produksi.
3.
Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi
udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau terlalu dingin.
4.
Tidak tersedia alat-alat pengaman.
5.
Kurang memperhatikan persyaratan
penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain.
A.
Perlindungan Keselamatan Kerja Dan
Kesehatan Petugas Kesehatan
·
Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus
mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol jika terpajan.
·
Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus
diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
·
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara harus menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok, tidak
minum dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan.
B.
Petunjuk Pencegahan infeksi untuk
Petugas Kesehatan
·
Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan
pelayanan kesehatan, petugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang
sesuai untuk kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan
secara kontak, droplet, atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit.
·
Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang
gejala penyakit menular yang sedang dihadapi.
·
Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus
dievaluasi untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah
tugaskan dari kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di
instalasi perawatan intensif (IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.
BAB
VIII
PENGENDALIAN
MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator,
criteria, serta standar yang akan digunakan untuk mengukur mutu pelayanan.
Indikator mutu pada pelayanan anestesi RS X yaitu :
Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
Ruang
lingkup
|
:
|
Kejadian Kematian Di Kamar
Operasi.
|
Dimensi
mutu
|
:
|
Keselamatan, efektivitas dan
kompetensi.
|
Tujuan
|
:
|
Tergambarkannya efektivitas
pelayanan bedah dan anestesi dan kepedulian terhadap keselamatan pasien.
|
Definisi
operasional
|
:
|
Kematian di meja operasi
adalah kematian yang terjadi di kamar operasi pada saat operasi berlangsung,
atau selama pasien di ruang sadar pulih, yang diakibatkan oleh tindakan
anestesi maupun tindakan pembedahan.
|
Kriteria
inklusi
|
:
|
-
|
Kriteria
eksklusi
|
:
|
-
|
Numerator
|
:
|
Jumlah pasien yang meninggal
di kamar operasi dalam satu bulan.
|
Denominator
|
:
|
Jumlah pasien yang dilakukan
tindakan pembedahan dalam satu bulan.
|
Standar
|
:
|
0,5%
|
Keterlambatan Waktu Operasi
Ruang lingkup
|
:
|
Keterlambatan Waktu Operasi.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Efektivitas.
|
Tujuan
|
:
|
Tergambarkannya efektivitas
pelayanan bedah.
|
Definisi operasional
|
:
|
Angka Kejadian Tertundanya
Operasi Lebih Dari 30 menit.
|
Kriteria inklusi
|
:
|
Semua pasien yang saat
mulainya operasi tertunda lebih dari 30 menit yang bukan disebabkan oleh
karena faktor pasien atau keluarganya.
|
Kriteria eksklusi
|
:
|
Semua pasien yang saat
mulainya operasi tertunda lebih dari 30 menit yang disebabkan oleh faktor
pasien dan atau keluarganya.
|
Numerator
|
:
|
Jumlah pasien yang operasinya
tertunda 30 menit per bulan.
|
Denominator
|
:
|
Jumlah pasien operasi dalam
bulan tersebut.
|
Standar
|
:
|
2 %
|
Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
Ruang lingkup
|
:
|
Ketidaklengkapan Laporan Anestesi.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Efektivitas.
|
Tujuan
|
:
|
Tergambarkannya efektivitas
pelayanan anestesi dan kepedulian terhadap keselamatan pasien.
|
Definisi operasional
|
:
|
Ketidaklengkapan penulisan
laporan anestesi setelah pasien keluar dari kamar operasi.
|
Kriteria inklusi
|
:
|
Semua laporan tindakan
anestesi di kamar operasi.
|
Kriteria eksklusi
|
:
|
-
|
Numerator
|
:
|
Jumlah ketidaklengkapan
laporan anestesi pada bulan tersebut.
|
Denominator
|
:
|
Jumlah pasien anestesi pada
bulan tersebut.
|
Standar
|
:
|
1 %
|
Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Inap
Ruang lingkup
|
:
|
Ketidaktepatan identifikasi
pasien yang dirawat Rumah Sakit.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Keselamatan pasien.
|
Tujuan
|
:
|
Tercapainya Keselamatan
Pasien rawat inap.
|
Definisi operasional
|
:
|
Ketidaktepatan identifikasi
pasien adalah kesalahan penentuan identitas pasien sejak awal pasien masuk
sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh
pasien.
|
Kriteria inklusi
|
:
|
- Ketidaktepatan penulisan
identitas (nama, tanggal lahir, alamat, nomor RM).
- Ketidaktepatan pemilihan
gelang identitas.
- Ketidaktepatan prosedur
konfirmasi identitas pasien (antara lain konfirmasi dengan pertanyaan
terbuka).
|
Kriteria eksklusi
|
:
|
-
|
Numerator
|
:
|
Jumlah ketidaktepatan identifikasi
pasien.
|
Denominator
|
:
|
Jumlah pasien yang
menggunakan gelang identitas.
|
Standar
|
:
|
0 %
|
Insiden Komunikasi Yang Kurang Efektif
Ruang lingkup
|
:
|
Komunikasi lisan /melalui
telepon yang kurang efektif antar pemberi pelayanan tentang pelaporan kembali
hasil pemeriksaan dan kondisi pasien.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Keselamatan pasien.
|
Tujuan
|
:
|
Tercapainya Keselamatan
Pasien melalui komunikasi lisan yang efektif.
|
Definisi operasional
|
:
|
Komunikasi yang kurang
efektif adalah komunikasi lisan yang tidak menggunakan prosedur: Write
back, Read back dan Repeat Back (reconfirm).
|
Kriteria inklusi
|
:
|
- Kesalahan Prosedur
komunikasi lisan/via telepon: Write back, Read back dan Repeat Back
(reconfirm).
- Pelaporan secara lisan yang
tidak menggunakan prosedur SBAR.
- Prosedur spelling /ejaan
tidak digunakan untuk obat yang bersifat LASA / NORUM.
|
Insiden Keamanan Obat Yang Kurang Diwaspadai
Ruang lingkup
|
:
|
Kurangnya keamanan
pengelolaan obat-obatan yang bersifat NORUM atau LASA dan elektrolit
konsentrat.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Keselamatan Pasien.
|
Tujuan
|
:
|
Tercapainya keselamatan
pasien melalui peningkatan keamanan obat.
|
Definisi operasional
|
:
|
Obat yang perlu diwaspadai
adalah obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel.
|
Kriteria inklusi
|
:
|
- Penyimpanan obat NORUM atau
LASA dan elektrolit konsentrat tidak sesuai prosedur (penyimpanan terpisah,
elektrolit konsentrat diberi stiker orange, obat NORUM atau LASA diberi
stiker hijau).
- Pemberian obat NORUM atau
LASA dan elektrolit konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B.
- Tidak ada daftar obat NORUM
atau LASA dan elektrolit konsentrat di masing-masing unit.
- Prosedur ejaan tidak
digunakan untuk obat yang bersifat LASA atau NORUM.
|
Kriteria eksklusi
|
:
|
Obat-obatan yang tidak
tergolong elektrolit konsentrat dan NORUM atau LASA.
|
Numerator
|
:
|
Insiden kejadian kesalahan
yang terkait dengan obat yang perlu diwaspadai (high alert medications).
|
Denominator
|
:
|
-
|
Standar
|
:
|
0
|
Insiden Ketidakpatuhan Cuci Tangan
Ruang
lingkup
|
:
|
Ketidakpatuhan cuci tangan
oleh petugas kesehatan.
|
Dimensi
mutu
|
:
|
Keselamatan Pasien.
|
Tujuan
|
:
|
Tercapainya Keselamatan
Pasien melalui kegiatan mencuci tangan.
|
Definisi
operasional
|
:
|
Ketidakpatuhan mencuci tangan
meliputi ketidakpatuhan waktu atau 5 momen cuci tangan dan ketidakpatuhan 6
langkah cuci tangan.
|
Kriteria
inklusi
|
:
|
- Tidak melakukan cuci tangan
pada 5 momen cuci tangan.
- Tidak melakukan cuci tangan
sesuai 6 langkah cuci tangan.
|
Kriteria
eksklusi
|
:
|
-
|
Numerator
|
:
|
Insiden kejadian
ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan.
|
Denominator
|
:
|
-
|
Standar
|
:
|
0
|
Insiden Angka Kejadian Pasien Jatuh
Ruang lingkup
|
:
|
Terjadinya pasien jatuh di
lingkungan rumah sakit.
|
Dimensi mutu
|
:
|
Keselamatan Pasien.
|
Tujuan
|
:
|
Tercapainya keselamatan
pasien melalui pengurangan risiko jatuh.
|
Definisi operasional
|
:
|
Pasien jatuh di lingkungan
rumah sakit oleh sebab apa pun.
|
Kriteria inklusi
|
:
|
Tidak melakukan pengkajian
Skala Morse Fall Risk pada pasien dewasa, skala Humpthy Dumpty pada
pasien pediatrik, skala Ontario-Sidney Scoring pada pasien
geriatri yang menjalani Rawat Inap.
|
Kriteria eksklusi
|
:
|
-
|
Numerator
|
:
|
Angka kejadian pasien jatuh.
|
Denominator
|
:
|
-
|
Standar
|
:
|
0
|
Indikator tersebut
dilaporkan setiap bulan dalam laporan kerja bulanan.
BAB IX
PENUTUP
Buku pedoman Pelayanan Anestesi RS X ini mempunyai peran penting sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan
sehari – hari tenaga keperawatan yang bertugas sebagai penata anestesi sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan anestesi.
Penyusunan Buku Pedoman Pelayanan Anestesi
ini adalah langkah awal ke suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan
dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai
tujuan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Standar Umum Pelayanan anestesiologi
dan Reanimasi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus Swasta, Jakarta 1999.
2.
Standards and Practice Parameters.
Standards for basic anesthetic monitoring. Disetujui oleh ASA House of
Delegates; 2010.
3.
Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Kerjasama Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Jakarta 2011.
No comments:
Post a Comment